“Cinta apa yang hadir ketika waktu menggiringmu pada hal yang indah (mungkin) itu??”
”seperti apa rasanya ketika waktu telah membawamu pada titik CINTA??”
Begitu terkejut aku melihat rangkaian kata-kata itu. Kata-kata yang muncul setelah lama aku tidak membaca surat yang masuk ke emailku, sebuah pesan yang tiada pernah terbayang olehku. Apa maksudnya?? Kenapa dia bertanya seperti itu??. Sesaat kucoba berpikir, perlukah aku jawab pertanyaan itu?? apa yang harus aku tulis untuk menjawab pertanyaannya. Haruskah kukatakan apa yag telah merasukiku selama ini kepadanya??,. ya Rabb... bantulah aku untuk menjernihkan pikiran ini, karena aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi hanya karena kata-kata atas jawabanku.
” Cinta yang aku sendiri tiada mengerti adanya. Apa, mengapa, dan bagaimana.”
” Seperti apa rasanya ketika waktu menggiringku pada titik cinta? Rasanya seperti menuju ke dunia fatamorgana, yang membuatku selalu merasa bimbang karena tidak dapat kutemukan kepastian pada titk itu. Beribu pertanyaan selalu menyertaiku, adakah yang mampu menuntunku menuju ke kepastian itu? Agar aku dapat lebih bijak dalam melangkah.... ”.
Akhirnya tertuliskan juga olehku jawaban atas pertanyaannya. mengalir begitu saja, pelan, tetapi pasti bagiku. Tanpa ragu lagi kukirimkan pesan itu untuknya.
***
Malamku menjadi tidak seperti biasanya. Mataku sangat sulit untuk terpejam. Aku sadar pikiranku saat ini sedang tidak berjalan di tempatnya. Huh... apa yang terjadi padaku? Kenapa aku masih memikirkan pertanyaan darinya untukku. Kucari-cari berbagai alasan mengapa dia menanyakan hal itu kepadaku. Semakin kucari, semakin banyak jalan buntu yang kutemukan. Harus apa aku?...
Kulangkahkan kakiku menuju rak buku yang terletak di dekat pintu masuk kamarku. Rak buku yang tidak terlalu besar, hanya terdiri dari dua sekat dengan lebar kira-kira 40 cm. Kuambil satu novel yang tersusun rapi di sana. ”Charlie, si jenius dungu”. Mungkin dengan membaca ini aku lebih bisa mengendalikan pikiranku karena cerita dalam novel ini tidak kalah serunya dengan novel-novel psikologi lainnya yang pernah kubaca. Novel yang menceritakan tentang seseorang yang mempunyai IQ 68 dan selalu jadi bahan olok-olok temannya, hingga dilakukan sebuah eksperiment yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan manusia mengubahnya menjadi seorang yang jenius. Kupikir novel ini juga dapat menambah referensiku mengenai dunia psikologi dan membaca buku sebelum tidur merupakan caraku untuk menidurkan diri jika sulit bagiku untuk tertidur. Halaman-demi halaman kubaca, kucoba menyerap dan mengerti setiap kata-katanya hingga berulangkali telah kubolak-balik halaman itu, tetapi tetap saja tidak dapat kumengerti jalan ceritanya. Tidak seperti biasanya aku seperti ini. Biasanya cukup sekali dua kali aku membalikkan halamannya jika aku butuh pemahaman lebih lanjut dan aku juga belum merasakan kantuk itu. Kusadari bahwa kali ini aku berbeda.
Ku hela napas panjang dan kucoba pejamkan mata. Aku belum tertidur sepenuhya, tiba-tiba bayangan itu muncul. Bayang-bayang awal kehidupanku di tempat ini, awal aku bertemu dan mengenalnya hingga ia mampu merasuki pikiranku.
***
21 agustus 2006, Kampus UIN Syarif Hidayatullah, pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tempat yang nantinya akan jadi kampusku. Cukup terkesan. Namun, begitu asing bagiku, tidak bersahabat.
Ternyata tempatku belajar berada terpisah dari kampus yang pernah kuinjak sebelumnya. Menurutku lokasinya lebih nyaman, lebih sepi, lebih tenang, dan lebih sejuk karena masih banyak pohon-pohon rindang yang tegak berdiri. Orang-orang biasa menyebutnya kampus II. Di tempat inilah aku bertemu dan mengenalnya. Inikah takdirku yang telah digoreskan Tuhan?, inikah hal terbaik untukku yang telah diberikan Tuhan?,. entahlah....!!! yang aku tau, tiada segala sesuatu terjadi kecuali atas kehendak dan izin-Nya.
Namanya Faturrahman, ia teman sekelasku sekarang. Awalnya aku tidak begitu menyukainya. Sebagai ”orang baru”, tentunya aku ingin bertemu dengan orang yang lebih ramah, terbuka dan enak untuk di ajak bicara. Namun, tidak kutemukan itu padanya. Menurutku ia terlalu cuex, kurang memperhatikan orang-orang di sekitarnya, jadinya akupun takut untuk berkenalan dengannya. Sepertinya memang ”everyone is different!!!!”.
Lama-kelamaan kusadari bahwa dugaan awalku itu salah. Ternyata ia bukanlah seperti selayaknya orang yang kupikirkan selama ini. Setelah kukenal ia lebih dalam, aku menyadari begitu banyak kelebihan yang ia miliki dariku. Wawasannya, cara bicaranya, argument-argumennya, serasa berbahasa ”intelek”, cukup menarik perhatianku. Tidak hanya itu, ternyata ia juga ramah, enak diajak bicara, dan humoris, satu hal yang sangat menarik perhatianku, berjiwa pemipin dan bijaksana, waw...!!!. Namun, ada sisi lain di balik kelebihannya itu yang kurang aku suka darinya. Sedikit egois menurutku dan terkadang suka nyuekin orang. ” emang enak dicuekin???”. Yah... namanya juga manusia, ga ada yang sempurna. Aku sering berdiskusi dengannya, bertukar pikiran, biasanya di kelas setelah jam kuliah atau di perpustakaan. Aku suka itu, banyak hal baru yang ku dapat. Tanpa disadari, dari hari ke hari aku makin dekat dengannya.
Rasa kagumku tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, hanya sebatas kagum pikirku. Tidak mau dan tidak boleh lebih. Namun, akhir-akhir ini ada perasaan aneh yang melandaku. Entah kenapa terkadang aku merasa ada yang hilang jika ia tidak didekatku, ketidaksukaanku muncul ketika ia ”lebih dekat” dengan temanku yang lain. Mungkinkah rasa kagumku mulai bermetamorfosis menjadi cinta?, kenapa? karena kelebihannyakah? Kalau memang karena itu, menurutku masih banyak orang yang memiliki kelebihan yang lebih dari apa yang ada padanya, lantas karena apa? Aku sendiripun tidak mengerti. Cinta seperti apakah ini, apakah cinta yang dianugerahkan Allah untukku? ataukah hanya ”cinta haram” yang datang dari nafsuku sendiri? astaghfirullah.... .Ini tidak boleh terjadi, aku tau akan jadi tidak baik bagiku. Sejak awal selalu kutanamkan sugesti pada diriku untuk tidak memiliki perasaan seperti ini sebelum waktunya, tapi akhir-akhir ini kurasakan sugestiku melemah.
”what must I do???!!!”.
Pikiranku mampu menjangkau ruang yang aku sendiri sangat sulit untuk memasukinya, bayangnya terus bersemayam di sana. Hari-hariku, kebersamaanku dengannya, dan segala macam obrolan serta hal-hal yang telah aku lalui dengannya sepertinya telah masuk ke dalam memori jangka panjangku.
***
Pukul 11.45 pm, Mataku tak jua dapat terpejam. Aku bangkit dari ranjangku, bergegas ke kamar mandi guna berwudu. Aku ingin menenangkan diriku dengan shalat, tetapi aku bingung shalat apa yang akan kulakukan karena sebelumnya aku telah melakukan shalat isya. Teringat akan ucapan ibu asramaku ketika aku masih di bangku SMP. Waktu itu teman-temanku serta beliau melakukan shalat isya berjamaah. Setelah shalat isya beliau mengingatkan kami, ” Ananda jangan lupa shalat tahajud dan witir dulu!!!”. Awalnya aku heran kenapa bisa begitu, setauku shalat tahajud dan witir itu dilakukan pada sepertiga malam terakhir setelah kita tidur. Ibu asramaku memberi penjelsan bahwa memang sebaiknya dilakukan pada waktu itu setelah kita tidur. Namun, tidak ada salahnya melakukannya sehabis shalat isya dalam rangka pembelajaran dan pembiasaan. Mengingat itu, akhirnya kuputuskan untuk shalat tahajud dilanjutkan witir, karena aku juga yakin Allah Maha Tau terhadap apa yang aku lakukan.
”Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh....”, cukup menenangkan, walaupun tidak sepenuhnya kegundahanku hilang, setidaknya bukan seperti yang kurasakan sebelumnya. Kulipat sejadah dan mukenaku, kemudian kembali kurebahkan badanku di ranjang. Kupejamkan mataku, ” Bismika Allahumma Ahya wa amuut” dan akhirnya....Zzzzzz!!!!.
***
Pagi yang cerah. Matahari selalu setia menyapaku dengan senyuman semangatnya. Burung-burung berkicauan dengan keteraturan nadanya sendiri layaknya sekelompok paduan suara yang dipimpin oleh seorang conduktor handal , menambah semangatku untuk melakukan hal-hal yang patut dilakukan.
”Saatnya beraktivitas!!!!!”
Ups..., sepertinya ada satu hal yang terlupakan olehku. ”Inikan hari jumat!” hari di mana aku tidak mengunjugi kampus tercintaku karena tidak ada mata kuliah pada hari ini. ”Kenapa ya kok bisa lupa??”. Ugh..., sekarang aku jadi bingung harus melakukan apa. ”Nyuci? udah kemaren, nyetrika? juga udah, hmm.... ”bersih-bersih aja deh!!!”. kebetulan sudah seminggu aku tidak mengepel kamarku, memang sudah sepatutnya kali ini di bersihkan. Kamarku tidak terlalu besar, cukuplah buat seorang diri. Jadi, tidak terlalu memakan waktu yang lama untuk membereskannya. Setelah kamarku rapi dan bersih, sepertinya aku juga perlu merapikan dan membersihkan diriku sendiri.
Byuuurrrrr....., ”Subhanallah!!!, air di pagi hari memang memberikan kesegaran tersendiri”
***
”new text message receive”, ada sms? Pagi-pagi gini, siapa ya?. Nomor yang tidak dikenal. “ Asaalamu’alaikum, pagi!!! Gi ngapain ne?? ad kegiatan?, sekiranya ga ada, ad yg pengen gw omongin ke loe. Jam 8:45 gw tunggu di kampus, tepatnya di perpus, key...!!! wass, by: Fatur, ”. Sesaat rasanya detak jantungku berhenti, maksudnya apa???. Apa yang akan dibicarakannya hingga harus ada ”waktu khusus” untuk itu???. Seberapa pentingkah???. Mungkinkah...... ups!!!, Astaghfirullah!! Setan apa yang merasuki pikiranku.
”No Dea, No.....!!!”,
”Positive thinking, ok!!, jgn mikir yang macam-macam ya”
”Ya Tuhan…. hanya Kau yang tau apa yang akan terjadi nanti”.
Pukul 09:00, sepertinya aku telat. Kugegaskan langkahku menuju kampusku. Semakin cepat ku melangkah semakin kuat rasa penasaranku. Selalu ku coba untuk menepis pikiran-pikiran bodoh yang bersemayam di otakku. Walaupun begitu, setiap detik terus terlintas satu harap di benakku. Harapan akan sesuatu, jawaban atas semua pertanyaanku. Jawaban yang sesuai dengan apa yang aku inginkan. Dengan semangat menggebu-gebu aku berjalan.
Kubuka pintu perpustakaan kampusku. Perpustakaan yang terletak di lantai dua dari empat lantai gedung perkuliahanku. Perpustakaan itu tidak terlalu besar, ada beberapa meja yang bisa digunakan untuk membaca, mengerjakan tugas, atau berdiskusi dan juga ada empat rak buku yang terletak di sebelah dalam ruangan, tidak ketinggalan pula ”air conditioner” yang membuat ruangan itu sejuk dan nyaman. Kulihat keadaan sekitar, sepi. Hanya ada satu sampai tiga orang di sana. Kualihkan pandanganku ke rak buku yang terletak di pojok kiri ruangan, kutemukan sesosok makhluk Tuhan yang telah mampu meluluhkan hatiku. Sosok yang selalu hadir dalam hari-hariku, yang selalu kusebut namanya dalam lantunan doaku, yang selalu kupintakan pada Allah agar dipertemukan denganku dalam Ridha-Nya sekiranya ia baik bagiku.
Kuhampiri dia dengan perasaan yang tidak menentu. Kuucapkan sepatah kata padanya sebagai ”salam pembuka”.
” Bagusnya diskusi di mana?” tanyanya datar.
”Ya terserah”, jawabku. Kuikuti langkahnya, dan sepertinya ia juga dalam kebingungan.
”Di mana?” tanyaku. Tiada jawaban, huh... keluar deh jutexnya, pikirku. Mau tidak mau kuikuti kemanapun ia melangkah. Awalnya kukira ia akan mencari kelas yang tidak dipakai untuk perkuliahan. Ternyata ia membawaku ke luar gedung kampusku.
” Di sini aja!!, kayanya cukup nyaman”.
” Yah... moga aja ” kataku.
Akhirnya kami menemukan tempat yang cukup bagus untuk berdiskusi. Di bawah pohon rindang di dekat parkiran. Aku tidak tau harus mulai dari mana hingga akhirnya ia memulai pembicaraan.
”Ada yang harus gw bicarain ke loe, ya... biar ga salah paham. Tapi sebelumnya, boleh gw tebak siapa orangnya??”, dia bertanya dengan sedikit menyelidik.
”Maaf, maksudnya??” aku balik bertanya.
”Dea, gw tau sekarang loe lagi bingung, loe lagi ga tenang, dan itu gw bisa jamin disebabkan oleh seseorang, ya kan?”. Tak ku jawab pertanyaannya.
”Gw ingin bantu loe, walaupun tidak membantu menyelesaikannya setidaknya mengurangi apa yang menjadi beban loe, karena itu gw butuh tau siapa orang itu agar gw ga salah langkah, sekali lagi boleh gw tebak siapa?”.
Huh... kutarik napas panjang sambil berpikir sejenak dan kemudian sedikit kuanggukkan kepalaku, tanda adanya persetujuan.
”Gini, menurutku seseorang itu sangat dekat denganmu, setiap hari kau bertemu dengannya, berdiskusi dan saling tukar pikiran. Kau cukup mengenalnya dengan baik dan ia pun juga mengenalmu dengan baik, orang itu.......”.
Ia tuliskan sebuah nama di secarik kertas. Jantungku berdegup kencang, serasa aku sedang menyaksikan pacuan ratusan kuda bahkan ribuan. Aku takut sekali, takut akan kebenaran itu terungkap. Kebenaran yang telah aku pendam cukup lama, sendiri. Kebenaran akan perasaanku terhadapnya. Tuhan.... tolong tenangkan hati ini, kumohon. ”Faturrahaman”...., tertulis dengan huruf besar.
” Bener ga??” tanyanya.
Seperti sebelumnya, kutarik napasku tapi lebih dalam. Lidahku kelu tidak bisa berkata. Perasaanku tidak karuan, malu, takut, cemas, sedih, entahlah...!!, sangat sulit dijelaskan. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku hanya tertunduk dan beristighfar semampuku. Kemudian sambil menutup mukaku dengan buku, aku tertawa kecil. Terawaku juga bukan karena bahagia atau apalah…., yang penting aku ingin tertawa pada saat itu. ”Astaghfirullah..., ya Allah..., ya Rabb..., astaghfirullah..., kusebut apa saja yang dapat terucap. Tak lama setelah itu, kembali kuterdiam dan sedikit senyuman tersungging di wajahku. Ia menatapku dengan sedikit menelik, sepertinya ingin secepatnya mengetahui jawabanku.
”Gw ingin yang jelas!, loe tinggal jawab ya atau ga ”.
Oh, Tuhan.... haruskah kukatakan ”ya” padanya?! God, help me pliz...!!!. Ia memberikan isyarat agar aku menjawab pertanyaannya. Dengan terbata kukatakan, ”ya”. Akhirnya keluar juga kata itu, setelah sekian lama kucoba untuk menyembunyikannya dan ternyata terungkap juga ” rahasia besarku ”.
”Key, sekarang udah jelas. Thanks dah jujur. Pertama kali kita kuliah, tentunya kita menemui dunia baru, dunia yang mungkin belum pernah kita temui sebelumya. Saat itu kita juga akan bertemu dengan teman-teman baru yang pastiya punya kelebihan dan kekurangn masing-masing dan itu bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi siapapun ”. Aku hanya menyimak apa yang diucapkannya, kucoba untuk menangkap maksud dari ucapannya itu. Namun, belum ada satupun yang kupahami.
”Rasa kagum, simpati, atau suka sekalipun bisa saja timbul dan itu merupakan hal yang wajar, manusiawi. Perasaan-perasaan seperti itu dapat membuat hubungan yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih dekat, menurutku itu yang terjadi pada kita”. Kucoba untuk terus mengikuti jalur pikirannya. Sebisa mungkin kupahami maknanya. Belum kutemukan titik terangnya, semakin mengambang rasanya hingga menimbulkan pertanyaan dari tiap kata yang terucap olehnya. ”yang terjadi di antara kita”, what the meaning???!!!. Huh....
”Dan gw perlu memperjelas dan mempertegas keadaan ini. Kedekatan gw selama ini dengan loe, seringnya kita berdiskusi, dapat terjadi karena memang ada kecocokan antara kita. Gw lebih suka dan enjoy bertukar pikiran degan loe daripada dengan teman-teman yang lain. Namun, hanya sebatas itu saja. Loe perlu tau, gw suka loe karena loe teman gw, gw mengkhawatirkan sesuatu yang buruk terjadi pada loe juga karena kita adalah teman, ga lebih. Ga da yang gw istimewakan, semuanya sama. ” Membunuh ” rasa suka, itu yang gw lakukan ketika gw mulai merasa beda dengan seseorang. Awalnya gw pikir sulit, tapi ternyata bisa. Tidak ada satu cintapun yang bisa mematahkan prinsip yang sudah gw bangun”.
Tak satupun kata-kata yang terucap dariku. Ia pun tidak menanyakan sesuatu padaku. Sepertinya ia belum memberikan kesempatan untukku berbicara. Andaipun dia menanyakan sesuatu padaku, mungkin tidak dapat terjawab olehku. Aku hanya dapat berkata-kata dalam pikiranku sendiri. ”membunuh rasa suka” bisakah itu? Mungkin saja, karena suka beralasan. Suka akan hilang jika alasan itu juga hilang dikalahkan oleh alasan lain. Namun, cinta bukan karena suatu alasan pasti karena aku sendiri tidak mengerti kenapa bisa mencinta. Tak ada suatu alasan bagiku untuk cinta karena cinta memang datang tanpa alasan, ia datang dengan sendirinya dan berlalupun dengan sendirinya. Tidaklah semudah itu membunuh cinta.
Cukup lama ia berbicara. Sementara aku hanya mengeluarkan sepatah dua patah kata. Pukul 11:30 am, sebentar lagi azan berkumandang. Sepertinya ini saat yang tepat untuk kembali ke tempat masing-masing.
” maaf klo gw terlalu banyak omong, tapi loe mesti tau semuanya”
” ya, aku ngerti,” jawabku.
” udah siang, baiknya kita pulang.........!! lanjutnya.
***
Kubuka jendela kamarku, berdiri di tepinya, panas cukup menyengat. ”Mungkinkah matahari juga dapat merasakan apa yang kurasakan?”. Kejadian tadi masih terngiang-ngiang di kepalaku. Banyak hal yang telah dijelaskannya, di mana dan seperti apa ruang yang bakal kuinjak nanti. Lambat laun akupun mulai mengerti apa yang ada padanya, apa yang dirasakannya terhadapku dan TERNYATA AKU SALAH dalam menilai. Kupikir ia merasakan hal yang sama sepertiku, tapi kenyataan tidak berkata begitu. Tak kupungkiri apa yang dikatakannya cukup menyakitiku, mengecewakanku. Namun, itu bukan salahnya, tetapi salahku. Kenapa kubiarkan dirinya masuk dalam ruangku. Seharusnya aku punya tameng untuk itu.
Aku tak ingin dan tak boleh menagis karenanya, tapi apa dayaku aku juga manusia. Kurasakan butiran mutiara itu mulai jatuh ke tanganku, jatuh terus, dan.... aku tak kuasa membendungnya. Aku larut..., hanyut....!!!.
Tiba-tiba aku tersadar. Apa yang sudah kulakukan? Aku ga boleh begini. Aku harus bangkit dari keterpurukan perasaanku sendiri. Masih banyak harapan-harapan ke depan yang menantiku. Harapanku sendiri, harapan orang tuaku, dan harapan orang-orang yang menyayangiku. Bukankah aku selalu memita yang terbaik darin-Nya? Dan ini adalah jalan yang terbaik. Allah telah menunjukkan padaku suatu kebenaran. Nikmat apa lagi yang kuingkari? Astaghfirullah.....
Rak bukuku masih setia di tempatnya. Buku-buku masih tersusun rapi di sana. Kuambil salah satu dari mereka. Sebuah buku kecil dan tidak terlalalu tebal, tempat di mana aku menuliskan gagasan-gagasanku, harapan-harapanku, kebahagiaan, dan kesedihanku. Saat ini aku sangat membutuhkannya untuk menuangkan segala yang kurasakan saat ini. Pulpenku menari-nari di atasnya. Kata-demi kata keluar begitu saja......
” Cinta memang tidak selalu harus terbalas
Ada saatnya ia tumbuh dan dirasakan sendiri
Kesendirian tidak akan menghilangkan keindahan dari cinta,
malahan bisa saja menambahkan kenikmatan terhadapnya
Cinta memang tidak selalu harus terbalas
Karena ada banyak hal yang mesti dibenahi,
banyak tugas dan prinsip yang mesti dijalani
Semuanya hal yang lumrah, manusiawi
Jangan pernah merasa takut untuk maju
dan jangan pernah berhenti untuk melangkah
Masih banyak harapan menantimu di sana
Jangan patah hanya karena cintamu tak terbalas
Jadikan hal ini pelajaran berharga bagimu,
agar kau dapat menikmati setiap detik hidupmu
Jadilah hamba yang bersyukur akan karunia-Nya,
agar kau selalu ceria dalam setiap harimu
Hidup itu indah, jika kau mampu bersyukur
Theres no pain, theres no hurt, theres no wrong, its alright!!! “
Aku tersenyum membaca tulisan yang kubuat sendiri.
”Bagus juga ”, pikirku. Smile…….
Jambi, 05 juli 2007
04.43 pm
by: Mutiara
”seperti apa rasanya ketika waktu telah membawamu pada titik CINTA??”
Begitu terkejut aku melihat rangkaian kata-kata itu. Kata-kata yang muncul setelah lama aku tidak membaca surat yang masuk ke emailku, sebuah pesan yang tiada pernah terbayang olehku. Apa maksudnya?? Kenapa dia bertanya seperti itu??. Sesaat kucoba berpikir, perlukah aku jawab pertanyaan itu?? apa yang harus aku tulis untuk menjawab pertanyaannya. Haruskah kukatakan apa yag telah merasukiku selama ini kepadanya??,. ya Rabb... bantulah aku untuk menjernihkan pikiran ini, karena aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi hanya karena kata-kata atas jawabanku.
” Cinta yang aku sendiri tiada mengerti adanya. Apa, mengapa, dan bagaimana.”
” Seperti apa rasanya ketika waktu menggiringku pada titik cinta? Rasanya seperti menuju ke dunia fatamorgana, yang membuatku selalu merasa bimbang karena tidak dapat kutemukan kepastian pada titk itu. Beribu pertanyaan selalu menyertaiku, adakah yang mampu menuntunku menuju ke kepastian itu? Agar aku dapat lebih bijak dalam melangkah.... ”.
Akhirnya tertuliskan juga olehku jawaban atas pertanyaannya. mengalir begitu saja, pelan, tetapi pasti bagiku. Tanpa ragu lagi kukirimkan pesan itu untuknya.
***
Malamku menjadi tidak seperti biasanya. Mataku sangat sulit untuk terpejam. Aku sadar pikiranku saat ini sedang tidak berjalan di tempatnya. Huh... apa yang terjadi padaku? Kenapa aku masih memikirkan pertanyaan darinya untukku. Kucari-cari berbagai alasan mengapa dia menanyakan hal itu kepadaku. Semakin kucari, semakin banyak jalan buntu yang kutemukan. Harus apa aku?...
Kulangkahkan kakiku menuju rak buku yang terletak di dekat pintu masuk kamarku. Rak buku yang tidak terlalu besar, hanya terdiri dari dua sekat dengan lebar kira-kira 40 cm. Kuambil satu novel yang tersusun rapi di sana. ”Charlie, si jenius dungu”. Mungkin dengan membaca ini aku lebih bisa mengendalikan pikiranku karena cerita dalam novel ini tidak kalah serunya dengan novel-novel psikologi lainnya yang pernah kubaca. Novel yang menceritakan tentang seseorang yang mempunyai IQ 68 dan selalu jadi bahan olok-olok temannya, hingga dilakukan sebuah eksperiment yang dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan manusia mengubahnya menjadi seorang yang jenius. Kupikir novel ini juga dapat menambah referensiku mengenai dunia psikologi dan membaca buku sebelum tidur merupakan caraku untuk menidurkan diri jika sulit bagiku untuk tertidur. Halaman-demi halaman kubaca, kucoba menyerap dan mengerti setiap kata-katanya hingga berulangkali telah kubolak-balik halaman itu, tetapi tetap saja tidak dapat kumengerti jalan ceritanya. Tidak seperti biasanya aku seperti ini. Biasanya cukup sekali dua kali aku membalikkan halamannya jika aku butuh pemahaman lebih lanjut dan aku juga belum merasakan kantuk itu. Kusadari bahwa kali ini aku berbeda.
Ku hela napas panjang dan kucoba pejamkan mata. Aku belum tertidur sepenuhya, tiba-tiba bayangan itu muncul. Bayang-bayang awal kehidupanku di tempat ini, awal aku bertemu dan mengenalnya hingga ia mampu merasuki pikiranku.
***
21 agustus 2006, Kampus UIN Syarif Hidayatullah, pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tempat yang nantinya akan jadi kampusku. Cukup terkesan. Namun, begitu asing bagiku, tidak bersahabat.
Ternyata tempatku belajar berada terpisah dari kampus yang pernah kuinjak sebelumnya. Menurutku lokasinya lebih nyaman, lebih sepi, lebih tenang, dan lebih sejuk karena masih banyak pohon-pohon rindang yang tegak berdiri. Orang-orang biasa menyebutnya kampus II. Di tempat inilah aku bertemu dan mengenalnya. Inikah takdirku yang telah digoreskan Tuhan?, inikah hal terbaik untukku yang telah diberikan Tuhan?,. entahlah....!!! yang aku tau, tiada segala sesuatu terjadi kecuali atas kehendak dan izin-Nya.
Namanya Faturrahman, ia teman sekelasku sekarang. Awalnya aku tidak begitu menyukainya. Sebagai ”orang baru”, tentunya aku ingin bertemu dengan orang yang lebih ramah, terbuka dan enak untuk di ajak bicara. Namun, tidak kutemukan itu padanya. Menurutku ia terlalu cuex, kurang memperhatikan orang-orang di sekitarnya, jadinya akupun takut untuk berkenalan dengannya. Sepertinya memang ”everyone is different!!!!”.
Lama-kelamaan kusadari bahwa dugaan awalku itu salah. Ternyata ia bukanlah seperti selayaknya orang yang kupikirkan selama ini. Setelah kukenal ia lebih dalam, aku menyadari begitu banyak kelebihan yang ia miliki dariku. Wawasannya, cara bicaranya, argument-argumennya, serasa berbahasa ”intelek”, cukup menarik perhatianku. Tidak hanya itu, ternyata ia juga ramah, enak diajak bicara, dan humoris, satu hal yang sangat menarik perhatianku, berjiwa pemipin dan bijaksana, waw...!!!. Namun, ada sisi lain di balik kelebihannya itu yang kurang aku suka darinya. Sedikit egois menurutku dan terkadang suka nyuekin orang. ” emang enak dicuekin???”. Yah... namanya juga manusia, ga ada yang sempurna. Aku sering berdiskusi dengannya, bertukar pikiran, biasanya di kelas setelah jam kuliah atau di perpustakaan. Aku suka itu, banyak hal baru yang ku dapat. Tanpa disadari, dari hari ke hari aku makin dekat dengannya.
Rasa kagumku tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, hanya sebatas kagum pikirku. Tidak mau dan tidak boleh lebih. Namun, akhir-akhir ini ada perasaan aneh yang melandaku. Entah kenapa terkadang aku merasa ada yang hilang jika ia tidak didekatku, ketidaksukaanku muncul ketika ia ”lebih dekat” dengan temanku yang lain. Mungkinkah rasa kagumku mulai bermetamorfosis menjadi cinta?, kenapa? karena kelebihannyakah? Kalau memang karena itu, menurutku masih banyak orang yang memiliki kelebihan yang lebih dari apa yang ada padanya, lantas karena apa? Aku sendiripun tidak mengerti. Cinta seperti apakah ini, apakah cinta yang dianugerahkan Allah untukku? ataukah hanya ”cinta haram” yang datang dari nafsuku sendiri? astaghfirullah.... .Ini tidak boleh terjadi, aku tau akan jadi tidak baik bagiku. Sejak awal selalu kutanamkan sugesti pada diriku untuk tidak memiliki perasaan seperti ini sebelum waktunya, tapi akhir-akhir ini kurasakan sugestiku melemah.
”what must I do???!!!”.
Pikiranku mampu menjangkau ruang yang aku sendiri sangat sulit untuk memasukinya, bayangnya terus bersemayam di sana. Hari-hariku, kebersamaanku dengannya, dan segala macam obrolan serta hal-hal yang telah aku lalui dengannya sepertinya telah masuk ke dalam memori jangka panjangku.
***
Pukul 11.45 pm, Mataku tak jua dapat terpejam. Aku bangkit dari ranjangku, bergegas ke kamar mandi guna berwudu. Aku ingin menenangkan diriku dengan shalat, tetapi aku bingung shalat apa yang akan kulakukan karena sebelumnya aku telah melakukan shalat isya. Teringat akan ucapan ibu asramaku ketika aku masih di bangku SMP. Waktu itu teman-temanku serta beliau melakukan shalat isya berjamaah. Setelah shalat isya beliau mengingatkan kami, ” Ananda jangan lupa shalat tahajud dan witir dulu!!!”. Awalnya aku heran kenapa bisa begitu, setauku shalat tahajud dan witir itu dilakukan pada sepertiga malam terakhir setelah kita tidur. Ibu asramaku memberi penjelsan bahwa memang sebaiknya dilakukan pada waktu itu setelah kita tidur. Namun, tidak ada salahnya melakukannya sehabis shalat isya dalam rangka pembelajaran dan pembiasaan. Mengingat itu, akhirnya kuputuskan untuk shalat tahajud dilanjutkan witir, karena aku juga yakin Allah Maha Tau terhadap apa yang aku lakukan.
”Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh....”, cukup menenangkan, walaupun tidak sepenuhnya kegundahanku hilang, setidaknya bukan seperti yang kurasakan sebelumnya. Kulipat sejadah dan mukenaku, kemudian kembali kurebahkan badanku di ranjang. Kupejamkan mataku, ” Bismika Allahumma Ahya wa amuut” dan akhirnya....Zzzzzz!!!!.
***
Pagi yang cerah. Matahari selalu setia menyapaku dengan senyuman semangatnya. Burung-burung berkicauan dengan keteraturan nadanya sendiri layaknya sekelompok paduan suara yang dipimpin oleh seorang conduktor handal , menambah semangatku untuk melakukan hal-hal yang patut dilakukan.
”Saatnya beraktivitas!!!!!”
Ups..., sepertinya ada satu hal yang terlupakan olehku. ”Inikan hari jumat!” hari di mana aku tidak mengunjugi kampus tercintaku karena tidak ada mata kuliah pada hari ini. ”Kenapa ya kok bisa lupa??”. Ugh..., sekarang aku jadi bingung harus melakukan apa. ”Nyuci? udah kemaren, nyetrika? juga udah, hmm.... ”bersih-bersih aja deh!!!”. kebetulan sudah seminggu aku tidak mengepel kamarku, memang sudah sepatutnya kali ini di bersihkan. Kamarku tidak terlalu besar, cukuplah buat seorang diri. Jadi, tidak terlalu memakan waktu yang lama untuk membereskannya. Setelah kamarku rapi dan bersih, sepertinya aku juga perlu merapikan dan membersihkan diriku sendiri.
Byuuurrrrr....., ”Subhanallah!!!, air di pagi hari memang memberikan kesegaran tersendiri”
***
”new text message receive”, ada sms? Pagi-pagi gini, siapa ya?. Nomor yang tidak dikenal. “ Asaalamu’alaikum, pagi!!! Gi ngapain ne?? ad kegiatan?, sekiranya ga ada, ad yg pengen gw omongin ke loe. Jam 8:45 gw tunggu di kampus, tepatnya di perpus, key...!!! wass, by: Fatur, ”. Sesaat rasanya detak jantungku berhenti, maksudnya apa???. Apa yang akan dibicarakannya hingga harus ada ”waktu khusus” untuk itu???. Seberapa pentingkah???. Mungkinkah...... ups!!!, Astaghfirullah!! Setan apa yang merasuki pikiranku.
”No Dea, No.....!!!”,
”Positive thinking, ok!!, jgn mikir yang macam-macam ya”
”Ya Tuhan…. hanya Kau yang tau apa yang akan terjadi nanti”.
Pukul 09:00, sepertinya aku telat. Kugegaskan langkahku menuju kampusku. Semakin cepat ku melangkah semakin kuat rasa penasaranku. Selalu ku coba untuk menepis pikiran-pikiran bodoh yang bersemayam di otakku. Walaupun begitu, setiap detik terus terlintas satu harap di benakku. Harapan akan sesuatu, jawaban atas semua pertanyaanku. Jawaban yang sesuai dengan apa yang aku inginkan. Dengan semangat menggebu-gebu aku berjalan.
Kubuka pintu perpustakaan kampusku. Perpustakaan yang terletak di lantai dua dari empat lantai gedung perkuliahanku. Perpustakaan itu tidak terlalu besar, ada beberapa meja yang bisa digunakan untuk membaca, mengerjakan tugas, atau berdiskusi dan juga ada empat rak buku yang terletak di sebelah dalam ruangan, tidak ketinggalan pula ”air conditioner” yang membuat ruangan itu sejuk dan nyaman. Kulihat keadaan sekitar, sepi. Hanya ada satu sampai tiga orang di sana. Kualihkan pandanganku ke rak buku yang terletak di pojok kiri ruangan, kutemukan sesosok makhluk Tuhan yang telah mampu meluluhkan hatiku. Sosok yang selalu hadir dalam hari-hariku, yang selalu kusebut namanya dalam lantunan doaku, yang selalu kupintakan pada Allah agar dipertemukan denganku dalam Ridha-Nya sekiranya ia baik bagiku.
Kuhampiri dia dengan perasaan yang tidak menentu. Kuucapkan sepatah kata padanya sebagai ”salam pembuka”.
” Bagusnya diskusi di mana?” tanyanya datar.
”Ya terserah”, jawabku. Kuikuti langkahnya, dan sepertinya ia juga dalam kebingungan.
”Di mana?” tanyaku. Tiada jawaban, huh... keluar deh jutexnya, pikirku. Mau tidak mau kuikuti kemanapun ia melangkah. Awalnya kukira ia akan mencari kelas yang tidak dipakai untuk perkuliahan. Ternyata ia membawaku ke luar gedung kampusku.
” Di sini aja!!, kayanya cukup nyaman”.
” Yah... moga aja ” kataku.
Akhirnya kami menemukan tempat yang cukup bagus untuk berdiskusi. Di bawah pohon rindang di dekat parkiran. Aku tidak tau harus mulai dari mana hingga akhirnya ia memulai pembicaraan.
”Ada yang harus gw bicarain ke loe, ya... biar ga salah paham. Tapi sebelumnya, boleh gw tebak siapa orangnya??”, dia bertanya dengan sedikit menyelidik.
”Maaf, maksudnya??” aku balik bertanya.
”Dea, gw tau sekarang loe lagi bingung, loe lagi ga tenang, dan itu gw bisa jamin disebabkan oleh seseorang, ya kan?”. Tak ku jawab pertanyaannya.
”Gw ingin bantu loe, walaupun tidak membantu menyelesaikannya setidaknya mengurangi apa yang menjadi beban loe, karena itu gw butuh tau siapa orang itu agar gw ga salah langkah, sekali lagi boleh gw tebak siapa?”.
Huh... kutarik napas panjang sambil berpikir sejenak dan kemudian sedikit kuanggukkan kepalaku, tanda adanya persetujuan.
”Gini, menurutku seseorang itu sangat dekat denganmu, setiap hari kau bertemu dengannya, berdiskusi dan saling tukar pikiran. Kau cukup mengenalnya dengan baik dan ia pun juga mengenalmu dengan baik, orang itu.......”.
Ia tuliskan sebuah nama di secarik kertas. Jantungku berdegup kencang, serasa aku sedang menyaksikan pacuan ratusan kuda bahkan ribuan. Aku takut sekali, takut akan kebenaran itu terungkap. Kebenaran yang telah aku pendam cukup lama, sendiri. Kebenaran akan perasaanku terhadapnya. Tuhan.... tolong tenangkan hati ini, kumohon. ”Faturrahaman”...., tertulis dengan huruf besar.
” Bener ga??” tanyanya.
Seperti sebelumnya, kutarik napasku tapi lebih dalam. Lidahku kelu tidak bisa berkata. Perasaanku tidak karuan, malu, takut, cemas, sedih, entahlah...!!, sangat sulit dijelaskan. Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku hanya tertunduk dan beristighfar semampuku. Kemudian sambil menutup mukaku dengan buku, aku tertawa kecil. Terawaku juga bukan karena bahagia atau apalah…., yang penting aku ingin tertawa pada saat itu. ”Astaghfirullah..., ya Allah..., ya Rabb..., astaghfirullah..., kusebut apa saja yang dapat terucap. Tak lama setelah itu, kembali kuterdiam dan sedikit senyuman tersungging di wajahku. Ia menatapku dengan sedikit menelik, sepertinya ingin secepatnya mengetahui jawabanku.
”Gw ingin yang jelas!, loe tinggal jawab ya atau ga ”.
Oh, Tuhan.... haruskah kukatakan ”ya” padanya?! God, help me pliz...!!!. Ia memberikan isyarat agar aku menjawab pertanyaannya. Dengan terbata kukatakan, ”ya”. Akhirnya keluar juga kata itu, setelah sekian lama kucoba untuk menyembunyikannya dan ternyata terungkap juga ” rahasia besarku ”.
”Key, sekarang udah jelas. Thanks dah jujur. Pertama kali kita kuliah, tentunya kita menemui dunia baru, dunia yang mungkin belum pernah kita temui sebelumya. Saat itu kita juga akan bertemu dengan teman-teman baru yang pastiya punya kelebihan dan kekurangn masing-masing dan itu bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi siapapun ”. Aku hanya menyimak apa yang diucapkannya, kucoba untuk menangkap maksud dari ucapannya itu. Namun, belum ada satupun yang kupahami.
”Rasa kagum, simpati, atau suka sekalipun bisa saja timbul dan itu merupakan hal yang wajar, manusiawi. Perasaan-perasaan seperti itu dapat membuat hubungan yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih dekat, menurutku itu yang terjadi pada kita”. Kucoba untuk terus mengikuti jalur pikirannya. Sebisa mungkin kupahami maknanya. Belum kutemukan titik terangnya, semakin mengambang rasanya hingga menimbulkan pertanyaan dari tiap kata yang terucap olehnya. ”yang terjadi di antara kita”, what the meaning???!!!. Huh....
”Dan gw perlu memperjelas dan mempertegas keadaan ini. Kedekatan gw selama ini dengan loe, seringnya kita berdiskusi, dapat terjadi karena memang ada kecocokan antara kita. Gw lebih suka dan enjoy bertukar pikiran degan loe daripada dengan teman-teman yang lain. Namun, hanya sebatas itu saja. Loe perlu tau, gw suka loe karena loe teman gw, gw mengkhawatirkan sesuatu yang buruk terjadi pada loe juga karena kita adalah teman, ga lebih. Ga da yang gw istimewakan, semuanya sama. ” Membunuh ” rasa suka, itu yang gw lakukan ketika gw mulai merasa beda dengan seseorang. Awalnya gw pikir sulit, tapi ternyata bisa. Tidak ada satu cintapun yang bisa mematahkan prinsip yang sudah gw bangun”.
Tak satupun kata-kata yang terucap dariku. Ia pun tidak menanyakan sesuatu padaku. Sepertinya ia belum memberikan kesempatan untukku berbicara. Andaipun dia menanyakan sesuatu padaku, mungkin tidak dapat terjawab olehku. Aku hanya dapat berkata-kata dalam pikiranku sendiri. ”membunuh rasa suka” bisakah itu? Mungkin saja, karena suka beralasan. Suka akan hilang jika alasan itu juga hilang dikalahkan oleh alasan lain. Namun, cinta bukan karena suatu alasan pasti karena aku sendiri tidak mengerti kenapa bisa mencinta. Tak ada suatu alasan bagiku untuk cinta karena cinta memang datang tanpa alasan, ia datang dengan sendirinya dan berlalupun dengan sendirinya. Tidaklah semudah itu membunuh cinta.
Cukup lama ia berbicara. Sementara aku hanya mengeluarkan sepatah dua patah kata. Pukul 11:30 am, sebentar lagi azan berkumandang. Sepertinya ini saat yang tepat untuk kembali ke tempat masing-masing.
” maaf klo gw terlalu banyak omong, tapi loe mesti tau semuanya”
” ya, aku ngerti,” jawabku.
” udah siang, baiknya kita pulang.........!! lanjutnya.
***
Kubuka jendela kamarku, berdiri di tepinya, panas cukup menyengat. ”Mungkinkah matahari juga dapat merasakan apa yang kurasakan?”. Kejadian tadi masih terngiang-ngiang di kepalaku. Banyak hal yang telah dijelaskannya, di mana dan seperti apa ruang yang bakal kuinjak nanti. Lambat laun akupun mulai mengerti apa yang ada padanya, apa yang dirasakannya terhadapku dan TERNYATA AKU SALAH dalam menilai. Kupikir ia merasakan hal yang sama sepertiku, tapi kenyataan tidak berkata begitu. Tak kupungkiri apa yang dikatakannya cukup menyakitiku, mengecewakanku. Namun, itu bukan salahnya, tetapi salahku. Kenapa kubiarkan dirinya masuk dalam ruangku. Seharusnya aku punya tameng untuk itu.
Aku tak ingin dan tak boleh menagis karenanya, tapi apa dayaku aku juga manusia. Kurasakan butiran mutiara itu mulai jatuh ke tanganku, jatuh terus, dan.... aku tak kuasa membendungnya. Aku larut..., hanyut....!!!.
Tiba-tiba aku tersadar. Apa yang sudah kulakukan? Aku ga boleh begini. Aku harus bangkit dari keterpurukan perasaanku sendiri. Masih banyak harapan-harapan ke depan yang menantiku. Harapanku sendiri, harapan orang tuaku, dan harapan orang-orang yang menyayangiku. Bukankah aku selalu memita yang terbaik darin-Nya? Dan ini adalah jalan yang terbaik. Allah telah menunjukkan padaku suatu kebenaran. Nikmat apa lagi yang kuingkari? Astaghfirullah.....
Rak bukuku masih setia di tempatnya. Buku-buku masih tersusun rapi di sana. Kuambil salah satu dari mereka. Sebuah buku kecil dan tidak terlalalu tebal, tempat di mana aku menuliskan gagasan-gagasanku, harapan-harapanku, kebahagiaan, dan kesedihanku. Saat ini aku sangat membutuhkannya untuk menuangkan segala yang kurasakan saat ini. Pulpenku menari-nari di atasnya. Kata-demi kata keluar begitu saja......
” Cinta memang tidak selalu harus terbalas
Ada saatnya ia tumbuh dan dirasakan sendiri
Kesendirian tidak akan menghilangkan keindahan dari cinta,
malahan bisa saja menambahkan kenikmatan terhadapnya
Cinta memang tidak selalu harus terbalas
Karena ada banyak hal yang mesti dibenahi,
banyak tugas dan prinsip yang mesti dijalani
Semuanya hal yang lumrah, manusiawi
Jangan pernah merasa takut untuk maju
dan jangan pernah berhenti untuk melangkah
Masih banyak harapan menantimu di sana
Jangan patah hanya karena cintamu tak terbalas
Jadikan hal ini pelajaran berharga bagimu,
agar kau dapat menikmati setiap detik hidupmu
Jadilah hamba yang bersyukur akan karunia-Nya,
agar kau selalu ceria dalam setiap harimu
Hidup itu indah, jika kau mampu bersyukur
Theres no pain, theres no hurt, theres no wrong, its alright!!! “
Aku tersenyum membaca tulisan yang kubuat sendiri.
”Bagus juga ”, pikirku. Smile…….
Jambi, 05 juli 2007
04.43 pm
by: Mutiara